BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
ASUHAN KALA II PADA IBU BERSALIN
ASUHAN KALA 2
ASUHAN KALA 2
PEMANTAUAN IBU
1.
Kontraksi.
His
atau kontraksi harus selalu dipantau selama kala II persalinan karena selain
dorongan meneran pasien, kontaksi uterus merupakan kunci dari proses
persalinan. Beberapa
kriteria dalam pemantauan kontraksi uterus pada kala II.
a. Frekuensi lebih dari 3 kali dalam 10 menit.
b.
Intensitas kontraksi kuat.
c.
Durasi lebih dari 40 detik.
2.
Tanda-tanda
kala II.
Bidan
harus dapat mengidentifikasikan keadaan pasien mengenai tanda-tanda yang khas
dari kala II sebagai patokan untuk melaksanakan persalinan kala II yang tepat.
Kepastian dari diagnosis persalinan kala II sangat menentukan proses persalinan
kala II itu sendiri.
Beberapa
kriteria pasien sudah dalam persalinan kala II.
a. Merasa
ingin meneran dan biasanya sudah tidak bisa menahannya.
b. Perinium
menonjol.
c. Merasa
seperti ingin buang air besar.
d. Lubang
vagina dan sfingter ani membuka.
e. Jumlah
pengeluaran air ketuban meningkat (jika ketuban sudah pecah).
3.
Tanda-tanda
Vital
Frekuensi
pemeriksaan tanda-tanda vital meningkat selama kala II persalinan. Frekuensi
ini dapat bervariasi pada setiap pelayan kesehatan, tetapi pada prinsipnya
standar yang digunakan adalah sama. Standar pemeriksaan tanda-tanda vital
adalah bahwa tekanan darah wanita harus diperiksa sesering mungkin terutama
pada wanita dengan komplikasi preeklamsia ringan (PER), denyut nadi, suhu, serta
pernapasan harus diperiksa setiap jam. Penting untuk diingat bahwa tekanan
darah yang diperiksa adalah tekanan darah di antara kontraksi. Hal ini
dikarenakan pada kala II saat adanya kontraksi, ibu sudah ada upaya untuk
meneran, dan hal ini menyebabkan tekanan darah naik menjadi 10 mmHg.
Asuhan sayang ibu
Asuhan
sayang ibu pada kala II meliputi hal-hal berikut.
a. Menganjurkan
agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses persalinan dan
kelahirannya bayinya. Hal ini dikarenakan hasil persalinan yang baik ternyata
erat hubungannnya dengan dukungan dari keluarga yang mendampingi ibu selama
proses persalinan.
b. Menganjurkan
keluarga ikut terlibat dalam asuhan.
c. Memberikan
dukungan dan semangat kepada ibu dan keluarganya dengan menjelaskan tahapan dan
kemajuan persalinan atau kelahiran bayi pada mereka.
d. Membantu
ibu untuk meneran hanya bila ada dorongan kuat dan spontan untuk meneran pada
saat pembukaan sudah lengkap. Meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit
bernapas sehingga terjadi kelelahan yang tidak dan meningkatkan resiko asfiksia
pada bayi.
e. Menganjurkan
ibu untuk minum selama kala II persalinan.
f. Memberikan
rasa aman dan semangat serta tentramkan hatinya selama proses persalinan
berlangsung.
4.
Kandung
Kemih.
Pemantauan
kandung kemih selama kala II persalinan merupakan lanjutan dari pemantauan pada
kala I persalinan. Selama kala I bidan harus berusaha sedapat mungkin agar
pasien dapat berkemih secara alamiah. Namun jika ditemukan adanya distensi pada
kandung kemih, bidan perlu mempertimbangkan untuk melakukan pemasangan kateter.
Beberapa
pertimbangan bidan untuk melakukan pemasangan kateter pada pasien kala II.
a. Ketidaknyamanan
bagi pasien.
Selama tindakan pemasangan kateter,
pasien pasti akan merasakan ketidaknyamanan yang mungkin akan dapat
mempengaruhi semangatnya dalam meneran, namun jika kandung kemih memang benar
–benar dalam keadaan distensi dan kemungkinan akan menggannggu proses kelahiran
janin maka bidan harus mengambil keputusan yang tepat dengan pemberian
informasi yang tepat kepada pasien dan keluarga.
b. Apakah
kandung kemih memang perlu untuk dikosongkan.
Sebelum mengosongkan kandung kemih,
lakukan pengkajian dengan kriteria sebagai berikut.
1) Apakah
kandung kemih distensi ?
2) Apakah
pasien sudah berkemih dalam 2 jam terakhir?
3) Kapan
dan jenis intake cairan apakah yang masuk sejak terakhir berkemih?
c. Peningkatan
risiko infeksi kandung kemih akibat tindakan pemasangan kateter.
d. Apakah
bidan mengantisipasi komplikasi yang mungkin terjadi, misalnya perdarahan
segera setelah lahir dan distosia bahu. Penatalaksanaan kedua komplikasi
tersebut adalah agar pasien benar-benar memiliki kandung kemih yang kosong
sehingga waktu tidak terbuang percuma untuk mengosongkan kandung kemih jika
pertolongan terhadap penyulit memang benar-benar dilakukan.
5.
Hidrasi
Pemberian
hidrasi pada kala II didasarkan pada perubahan fisiologi pada pasien kala II
yang mengalami peningkatan suhu sehingga akan mengeluarkan lebih banyak
keringat. Keadaan ini semakin bertambah jika ruangan tidak dilengkapi dengan pendinginan
ruangan. Kondisi kekurangan cairan akibat berkeringat semakin meningkat pada
primigravida karena kala II lebih panjang daripada multigravida. Tindakan
hidrasi kondisi ini menjadi sangat vital jika keadaan pasien pada akhir kala I
lemah, sehingga pasien perlu mendapatkan suplai energi berupa minuman yang
manis.
6.
Kemajuan
persalinan dan upaya meneran.
Kriteria
kemajuan persalinan hasil dan upaya mendorong pasien yang efektif adalah
sebagai berikut.
a. Penonjolan
perinium.
b. Pembukaan
anus.
c. Mekanisme
persalinan.
d. Pada
tahap selanjutnya semakin terlihatnya bagian terbawah janin di jalan lahir.
Upaya meneran
pasien dipantau keefektifannya secara terus-menerus dengan menggunakan
indikator-indikator kemajuan persalinan di atas.
Bimbingan cara meneran yang sudah
diajarkan oleh bidan pada waktu-waktu sebelumnya bisa jadi tidak dapat dilaksanakan
oleh pasien karena berbagai hal. Dalam kondisi ini bidan sebaiknya jangan
menyalahkan apa yang dilakukan oleh pasien karena hal ini akan mempengaruhi
kondisi psikologis dan semangat pasien. Untuk mengoreksinya, bidan cukup
memberikan instruksi yang sederhana namun mudah untuk diikuti oleh pasien. Menunjukan
kemajuan persalinan berupa semakin terlihatnya kepala janin setiap kali pasien
berhasil melakukan dorongan yang efektif dengan menggunakan cermin akan sangat
membantu meningkatkan semangat pasien.
7.
Intergritas
Perinium.
Dalam
memantau perinium, bidan mengidentifikasi elastisitas perinium beserta kondisi
pasien serta TBJ (taksiran berat janin) untuk membuat keputusan dilakukannya
episiotomi.
8.
Kebutuhan
dan jenis episiotomi.
Indikasi
utama untuk melakukan episiotomi adalah gawat janin, diharapkan dengan memperluas
jalan lahir akan dapat mempercepat proses kelahiran sehingga tindakan
resusitasi pada bayi dapat segera dilakukan.
Beberapa
pertimbangan mengenai keputusan untuk melakukan episiotomi adalah sebagai
berikut :
a. Keyakinan
bidan mengenai, apakah lebih baik dilakukan episiotomi atau membiarkan perinium
robek jika kelahiran dengan perinium utuh tidak memungkinkan.
b. Kebutuhan
terhadap ruang untuk melakukan intervensi dan manipulasi yang diperlukan,
pertimbangan ini terjadi pada kasus malpresentasi dan malposisi janin.
c. Ukuran
bayi dipertimbangkan untuk dilakukan episiotomi; biasanya spisiotomi dilakukan
jika bayi prematur, TBJ kecil, atau pada TBJ>4000 gram.
d. Pengendalian
diri pasien. Jika pasien dapat mengendalikan diri dengan baik dan dapat
melaksanakan intruksi bidan mengenai teknik meneran yang benar, bidan dapat
mempertimbangkan untuk tidak melakukan episiotomi. Namun jika pasien sudah
menunjukkan ketidakmampuannya untuk mengendalikan diri sejak dari awal
persalinan, maka sebaiknya bidan sudah merencanakan untuk melakukan episiotomi.
Untuk lebih lengkapnya :
BAB I
BAB II
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
anda bisa langung mendownload file office word disini
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan, Jangan lupa komentarnya